PERSPECTIVE

BAGIKAN

Facebook
WhatsApp
LinkedIn
Threads

Menjadi pemimpin Populer melalui kebijakan Populis

Menjadi pemimpin Populer melalui kebijakan Populis

Beberapa tahun belakang, fenomena politik menarik perhatian banyak kalangan, tidak hanya akademisi dan praktisi. Kemudahan penyebaran informasi melalui media sosial misalnya, meningkatkan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk dan tahapan proses politik. Hal ini salah satunya dapat ditangkap menjadi potensi untuk meningkatkan popularitas pemimpin, dan menjaga elektabilitsnya.  

Pemimpin politik (yang dipilih melalui proses politik seperti pemilu atau dipilih oleh pejabat politik) perlu mempertahankan popularitasnya untuk terus menjaga elektabilitas. Sehingga, tidak jarang membangun citra populisme menjadi pilihan paling disukai politisi. Saat ini, Populisme menjadi fenomena politik yang menggema di berbagai belahan dunia, ditandai dengan munculnya pemimpin kharismatik yang piawai merangkul aspirasi rakyat. 

Kepemimpinan populis, meskipun kerap diwarnai pro dan kontra, memiliki daya tarik tersendiri, terutama dalam  mengkonsolidasi dukungan massa. Salah satu kunci utama dalam membangun kepemimpinan populis adalah melalui  perancangan dan implementasi kebijakan yang berorientasi pada kepentingan dan disukai oleh rakyat.

“ Kebijakan populis pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan  masyarakat, khususnya kelompok mayoritas atau mereka yang merasa terpinggirkan”

 Pemimpin populis  cenderung  menggunakan pendekatan “bottom-up”  dalam merumuskan kebijakan,  yaitu dengan  mendengarkan aspirasi  publik dan  meresponnya secara  langsung.  Hal ini  berbeda dengan  pendekatan  “top-down”  yang  seringkali  dianggap  elitis dan  jauh  dari  kepentingan  rakyat.

Penulis merefleksikan kebijakan populis pada dua (2) peridoe masa kepemimpinan Walikota Jambi, Syarif Fasha, pada tahun 2013 – 2018 dan 2018 – 2023. Selama 10 tahun masa kepemimpinannya, Fasha membangun popularitasnya melalui berbagai kebijakan yang populis dan powerful. Kebijakan tersebut, tidak jarang dikemas dalam konsep pembangunan yang terkini, terkesan canggih namun tetap mudah difahami dan perduli pada aspek keberlanjutan.

Fasha menginisiasi pembangunan kawasan urban kota jambi dengan prinsip pemberdayaan masyarakat, yang diantaranya termasuk inisasi program Kampung Bantar, Kampung Iklim, Program Bangkit Berdaya dan Kampung Flory. Ia menerbitkan Instruksi Walikota yang diantaranya mewajibkan pemilik Rumah Toko (Ruko) untuk menanam pohon dalam pot sejumlah tingkat bangunan, juga mewajibkan pengantin baru untuk menanam dua pohon.

Pada akhirnya, program Bangkit Berdaya menghantarkan Kota Jambi meraih penghargaan  ‘the 30 Deserving Cities Award’ tahun 2016 di Guangzhou, Tiongkok. Jambi juga menjadi satu diantara 30 Kota di Dunia yang terpilih menjadi Kota dengan partisipasi masyarakat terbaik pada ajang   ‘the International Observatory on Participation Democracy’ (IOPD) di Canada pada tahun 2016.  Penghargaan ini juga memposisikan Kota Jambi sebagai satu diantara 30 kota paling dipuji dari total 7000 Kota di dunia yang menunjukkan inovasi sosial luar biasa dan komitmen terhadap partisipasi masyarakat.

Hal ini memperkuat argumen bahwa para pemimpin populis lebih menyukai kebijakan yang menawarkan manfaat yang mudah dipahami—sering kali dibingkai dalam istilah yang lugas dan menyentuh emosi.Kebijakan ini bertujuan untuk menghasilkan dampak langsung dan menarik bagi mayoritas, karena Kota Jambi tidak mengalami banyak perubahan dalam beberapa periode sebelumnya.

“Kebijakan populis yang melekat pada walikota yang berkarisma dalam jangka waktu yang lama semakin memperkuat figur walikota dengan kebijakan populer ini”.

Pasha semakin memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang mengadvokasi tema lingkungan dengan menerbitkan peraturan yang melarang penggunaan plastik di toko ritel modern dan pusat perbelanjaan pada tahun 2018. Pemerintah Kota Jambi merupakan salah satu yang pertama di Indonesia yang menerapkan kebijakan ini, mengikuti preseden yang ditetapkan oleh Kota Banjarmasin pada tahun 2016. Kebijakan ini telah mendapat pujian dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra tahun 2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Melalui kebijakan yang kuat, pemimpin populis menekankan keberpihakannya kepada masyarakat luas. Kebijakan dibuat dengan cara tertentu untuk mempertahankan populisme pemimpin. Pertama, kebijakan dibuat dengan tujuan sederhana, dibingkai dalam istilah yang lugas dan beresonansi secara emosional. Kebijakan harus dibuat sesegera mungkin untuk beradaptasi dengan masalah dan menanggapi tuntutan dari masyarakat dan pemerintah pusat, sehingga kebijakan dapat menjadi yang pertama berlaku di daerah. Kebijakan juga akan dibingkai untuk memposisikan keberpihakan pemerintah pada sesuatu pada titik tertentu. Kemudian, untuk mempertahankan popularitas, kebijakan sering dibuat dalam keuntungan jangka pendek dengan imbalan politik langsung, yang membantu membangun momentum dan mengonsolidasikan kekuasaan. Seluruh model kebijakan dibungkus dalam paket keberhasilan kepemimpinan yang memperkuat cinta publik kepada pemimpin. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kepercayaan publik, dan selanjutnya dengan tingginya elektabilitas pemimpin dalam pemilihan di periode berikutnya.

RECENT POST

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top